Ahmad Hasyim Wibisono: Cahaya Harapan dari Luka Tanpa Duka

Ahmad Hasyim Wibisono Cahaya Harapan dari Luka Tanpa Duka

Pagi itu, udara Malang masih basah oleh embun. Di sebuah klinik kecil di sudut kota, seorang pria berseragam putih berdiri menunduk di depan pasiennya. Tangannya cekatan membersihkan luka di kaki seorang bapak paruh baya yang tampak menahan perih. Tapi di balik rasa sakit itu, terselip harapan, karena di tempat inilah banyak orang menemukan kembali makna sembuh.

Pria itu adalah Ns. Ahmad Hasyim Wibisono, M.Kep., MNg., Sp.KMB, pendiri Pedis Care, sebuah klinik perawatan luka diabetes yang sejak 2015 menjadi rumah bagi mereka yang nyaris kehilangan harapan. Sebuah langkah kecil #SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia.

Ketika saya menemuinya, Ahmad Hasyim tidak tampak seperti seorang dosen dengan gelar panjang di belakang nama. Beliau lebih mirip seorang teman yang selalu siap mendengarkan keluh kesah para pasiennya.
“Kalau hanya mengobati lukanya, tapi tidak menenangkan hatinya, kita belum benar-benar menyembuhkan,” katanya dengan nada lembut.

Luka yang Tak Sekadar di Kulit

Indonesia kini menghadapi epidemi diam-diam, yaitu lebih dari 19 juta orang hidup dengan diabetes, dan banyak di antaranya berisiko mengalami luka kronis di kaki. Luka kecil yang tak dihiraukan bisa berujung amputasi bahkan kehilangan nyawa.

Namun, yang lebih menyakitkan dari itu adalah fakta bahwa banyak pasien tidak mampu membayar biaya perawatan. Ahmad Hasyim melihat kenyataan pahit ini langsung di lapangan. Saat masih menjadi perawat di rumah sakit, beliau menyaksikan pasien datang dengan luka parah karena tak sanggup berobat rutin. Dari situ, tekadnya tumbuh.
“Saya berpikir, kalau ilmu yang saya pelajari tidak bisa membantu mereka yang paling membutuhkan, untuk apa saya sekolah tinggi-tinggi?” ujarnya.
Itulah awal dari Pedis Care, nama yang diambil dari kata pedis, berarti kaki, dan care, berarti merawat. Tapi bagi pasiennya, Pedis Care lebih dari sekadar klinik. Ini adalah tempat di mana luka fisik dan luka batin disembuhkan dengan cara yang sama: penuh kasih dan tanpa duka.
“Merawat luka tanpa duka,” begitu motto Pedis Care yang kini sudah dikenal luas di Malang.
Filosofi itu bukan sekadar kalimat cantik. Di dalamnya ada sistem gotong royong yang dijalankan dengan sepenuh hati. Melalui program subsidi silang, pasien yang mampu membayar penuh secara otomatis membantu pasien lain yang tidak punya biaya. Setiap pasien, tanpa pandang latar belakang, mendapat perawatan yang sama. Pedis Care juga bermitra dengan lembaga amal dan instansi pemerintah agar bantuan bisa menjangkau lebih banyak orang.

Kini, lebih dari 55 tenaga kesehatan bergabung dalam gerakan ini. Mereka tidak hanya merawat, tapi juga mendidik masyarakat agar paham pentingnya perawatan luka yang benar. Setiap hari, tim ini menjadi saksi perubahan dari wajah yang menahan nyeri menjadi senyum lega karena luka mulai mengering.

Inovasi dari Ruang Luka

Ahmad Hasyim Wibisono Cahaya Harapan dari Luka Tanpa Duka

Salah satu hal yang membuat Pedis Care istimewa adalah keberanian mereka berinovasi. Ahmad Hasyim tak ingin teknologi hanya dimiliki oleh rumah sakit besar. Maka lahirlah aplikasi Android untuk pengukuran luka digital yang membantu perawat memantau perkembangan luka pasien secara akurat.
“Dulu, kami mencatat manual. Sekarang semua terekam rapi, bisa dipantau bahkan ketika pasien di rumah,” jelasnya.
Berkat sistem ini, Pedis Care mencatat tingkat kesembuhan luka hingga 88% dalam 12 minggu. Ini sebuah angka yang luar biasa di dunia perawatan luka kronis.

Tak hanya diakui oleh Kementerian Kesehatan RI, Pedis Care juga mendapatkan pengakuan dari World Council of Enterostomal Therapists (WCET) standar internasional tertinggi di bidangnya. Namun, bagi Ahmad Hasyim, penghargaan terbesar tetaplah senyum pasien saat bisa melangkah lagi tanpa rasa sakit.

Dari Malang, Harapan Menyebar ke Pelosok

Di tahun 2024, Pedis Care memperluas langkahnya dengan program Wuling singkatan dari Wound Keliling. Lewat program ini, tim perawat berkeliling ke pelosok-pelosok Jawa Timur untuk mencari pasien yang tidak bisa datang ke klinik. Mereka datang membawa perban, antiseptik, dan terutama: harapan.

Perjalanan itu tidak mudah. Medan sulit, panas, kadang hujan, tapi semangat tim Pedis Care tak pernah surut.
“Setiap kali kami sampai di rumah pasien yang sudah lama tak mendapat perawatan, dan melihat mata mereka berbinar karena akhirnya ada yang datang menolong semua lelah hilang,” tutur Ahmad Hasyim.
Program ini bukti nyata kalau di setiap langkah tim Pedis Care, ada gerak kecil yang berdampak besar bagi kesejahteraan masyarakat.

Ahmad Hasyim menempuh pendidikan magister di Flinders University, Australia, tempat di mana beliau belajar tentang manajemen dan pendidikan diabetes secara mendalam. Namun sekembalinya ke Indonesia, Ahmad Hasyim memilih jalan yang berbeda dari kebanyakan akademisi. Alih-alih mengejar karier prestisius di kota besar, ia membangun klinik sederhana di Malang.
“Ilmu tanpa pengabdian itu hampa,” ujarnya singkat.
Kini, beliau tak hanya dikenal sebagai dosen, tapi juga sebagai pembawa perubahan di dunia kesehatan komunitas. Melalui seminar dan pelatihan gratis, beliau juga menularkan semangatnya kepada generasi muda tenaga kesehatan agar berani berbuat nyata.

Ketekunannya membuatnya terpilih sebagai penerima SATU Indonesia Awards 2019 di bidang kesehatan. Namun, baginya penghargaan itu bukan garis akhir, melainkan titik awal dari perjalanan yang lebih panjang.

Dengan Pedis Care Satukan Gerak Terus Berdampak Bagi Banyak Orang

Ahmad Hasyim Wibisono Cahaya Harapan dari Luka Tanpa Duka

Dalam setiap kisah pasien yang sembuh, dalam setiap langkah perawat yang berkeliling, tersimpan filosofi besar: gerakan kecil bisa memberi dampak besar jika dilakukan bersama. Pedis Care menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi, inovasi, dan empati dapat menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan.

Kini, Ahmad Hasyim tengah merancang program health tourism bersama Kemenparekraf, agar layanan perawatan luka modern Indonesia bisa dikenal dunia. Bayangkan, dari luka kecil di kaki pasien lokal, kini lahir gerakan yang menginspirasi hingga ke mancanegara.

Menjelang sore, saya melihat Ahmad Hasyim menuntun seorang pasien keluar dari ruang perawatan. Pasien itu berjalan pelan tapi pasti, dengan senyum tipis di wajahnya. Di matanya, ada rasa syukur yang dalam, karena luka yang dulu membuatnya takut kini menjadi alasan untuk percaya lagi pada hidup.
Ahmad Hasyim menatapnya dan berkata pelan, “Setiap luka punya cerita. Tugas kami hanya membantu agar ceritanya berakhir dengan bahagia.”
Cukup lakukan satu langkah kebaikan, agar bisa menjadi pijakan bagi ribuan langkah kesembuhan berikutnya.

#APA2025-PLM